Curhatan Pedagang Sapi di Kabupaten Semarang Nelangsa Pembeli Makin Sepi Imbas PMK Merebak

KABUPATEN SEMARANG, Kabarhariini.id – Merajalelanya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya sapi baik di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Kabupaten Semarang membuat pedagang sapi mengeluh.
Salah satu pedagang sapi itu ialah Amri (50) yang berasal dari Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang mengeluhkan turunnya jumlah pembeli usai mewabahnya virus PMK pada hewan ternak di musim penghujan ini.
Karena mewabahnya virus PMK pada hewan-hewan ternak, termasuk hewan ternak sapi ini, membuat Amri tidak berani merawat sapi-sapi dengan jumlah yang banyak.
“Sekarang hanya punya dua ekor sapi saja, jenisnya sapi yang saya rawat sekarang ini sapi pegon yang sudah berusia sekitar tiga tahun di rumah saya,” ungkap Amri, Kamis, 9 Januari 2025.
Amri juga menyebutkan, jika di hari-hari biasanya sebelum PMK mewabah, ia biasanya mampu merawat 15 ekor sapi.
“Dari 15 ekor sapi yang biasanya saya rawat sebelum PMK ini merajalela semuanya terjual oleh pembeli, artinya mudah lakunya ke pembeli langganan saya. Tapi setelah PMK ini merajalela lagi, sampai sekarang saya ada merawat dua ekor sapi ini tidak laku-laku terbeli, sudah tidak ada pembeli, juga tidak ada lagi yang menghubungi saya untuk membeli sapi-sapi saya ini,” keluh Amri.
Pria yang sudah berkecimpung di perdagangan sapi di Kabupaten Semarang itu mengaku heran, dengan mewabahnya kembali PMK pada hewan-hewan ternak ini.
“Heran ya tentu, kenapa PMK ini ada lagi di hewan-hewan ternak khususnya sapi yang membuat pembeli berkurang drastis dan saya sendiri pun tidak berani merawat sapi-sapi dengan jumlah yang banyak. Mudah-mudahan virus PMK yang naik lagi ini angkanya tidak sampai saat masa-masa Idul Adha nanti,” harap dia kembali.
Selain turunnya jumlah pembeli, virus PMK yang angka aktifnya terus mengalami kenaikan ini disebutkan Amri juga berdampak pada turunnya harga jual hewan ternak sapi.
“Selain pembeli turun, harga jual sapi pun ikut turun karena PMK ini. Sebelumnya, saya bisa menjual sapi-sapi saya ini di harga rata-rata Rp 17 juta per ekornya. Sekarang, setelah PMK ada lag ini jadi turun di harga Rp 15 juta per ekor, turunya sampai Rp 2 juta sendiri karena PMK ini,” paparnya.
Menurut Amri, dua ekor sapi yang sekarang ia rawat di rumahnya itu dalam kondisi sehat dan baik, bahkan tidak ada tanda-tanda gejala terkena PMK pada dua ekor sapi milik Amri itu.
“Saya terus berusaha menjaga dan merawat sapi-sapi saya ini supaya tetap sehat kondisinya, dan terhindar dari PMK ini. Biasanya selain membersihkan kandangnya, saya juga rutin memberinya vitamin dan obat-obatan. Misal kalau sapi saya susah makan, saya akan memberinya Biodin untuk daya tahan tubuh sapi-sapi saya ini,” tutur Amri.
Sebelumnya, jika merujuk dari data milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang, sejak tanggal 1 hingga 7 Januari 2025, tercatat sudah ada sebanyak 88 ekor hewan ruminansia terjangkit PMK di beberapa wilayah di Kabupaten Semarang.
Dan dari jumlah tersebut, enam ekor sapi dinyatakan sembuh, dua ekor sapi dinyatakan mati, dan sisanya masih dalam tahap penyembuhan dengan metode pengobatan yang diberikan oleh Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang.
Adapun wilayah dengan kasus PMK terbanyak di Kabupaten Semarang ini berada di Kecamatan Bergas, Kecamatan Bancak, Kecamatan Tengaran, serta Kecamaran Kaliwungu.
Disnakkeswan Jateng Sebut Kasus PMK di Kabupaten Semarang Masih Taraf Terkendali
Terpisah, disebutkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah (Jateng), Hariyanta Nugraha pada saat melakukan kegiatan di Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT Nyawiji Ki Semar, Desa Kadirejo, Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang bahwa, wilayah Kabupaten Semarang sendiri termasuk dalam kondisi terkendali pada kasus merebaknya PMK pada hewan-hewan ternak ini.
“Kabupaten Semarang ada 88 ekor hingga per 7 Januari 2025 kemarin, artinya masih dalam taraf kondisinya itu relatif terkendali, artinya masih baik-baik saja,” ungkapnya.
Hal itu dikarenakan, PMK yang terjadi di Kabupaten Semarang ini pada umumnya kasus yang terjadi hanya di satu hingga dua buah perusahaan saja, karena mendatangkan sapi-sapi dari luar, yang kondisi status kesehatannya tidak jelas.
“Sehingga ini berpotensi terjadinya penularan PMK, karena rata-rata di Kabupaten Semarang itu kasus yang muncul pada kasus-kasus PMK ini,” tegasnya.
Hariyanta Nugraga juga membeberkan, bahwa di Jawa Tengah sendiri per tanggal 7 Januari 2025, total sudah ada 2.387 ekor sapi yang suspect terkena PMK dari total kurang lebihnya ada 1,3 juta sapi potong dan sapi perah se-Jateng.
“Dan ada 25 ekor sapi yang mengalami kesembuhan, dipotong 20 ekor, lalu yang mati ada 56 ekor, dan sisa kasus PMK yang masih dalam penanganan itu ada 2.286 ekor yang tersebar di 25 kabupaten dan kota se-Jateng meliputi 207 kecamatan dan 496 desa/kelurahan dari sekitar 8.500 desa/kelurahan se-Jateng,” terang dia.
Sementara itu, ia menambahkan untuk kasus PMK di Jateng tertinggi ada di Kabupaten Blora dengan total kasus ada 372 ekor hewan ternak yang positif PMK.
“Kemudian di susul dari Kabupaten Sragen dengan kasus PMK mencapai 307 ekor sekaligus di Sragen ini kasus kematiannya juga termasuk tertinggi di Jawa Tengah,” katanya.
Pihaknya kembali menjelaskan, untuk upaya pencegahan Disnakkeswan Jateng sudah melakukan penutupan pasar hewan yang ada di Kabupaten Wonogiri mulai tanggal 6-9 Januari 2025.
“Dan kebijakan soal penutupan pasar hewan ini kami serahkan pada pengelola masing-masing kabupaten/kota yang ada di Jateng karena mereka memiliki langkah-langkah strategis masing-masing,” pungkasnya.(Lingkar Network | Hesty Imaniar – Kabarhariini.id)