Gaya HidupKesehatan

Jarang Diketahui, Ini 5 Alasan Perfeksionis Bisa Picu Depresi

Kabarhariini.id – Banyak orang ingin menjadi yang terbaik, melakukan segala sesuatunya dengan benar, dan melebihi ekspektasi. Dalam banyak hal, perfeksionisme sering dilihat sebagai kekuatan, sifat yang mendorong kesuksesan dan kemajuan.

Namun, bagaimana jika pengejaran kesempurnaan tanpa henti ini secara perlahan-lahan berdampak buruk bagi kesehatan kita?

Bagi sebagian orang, keinginan untuk mencapai hasil yang sempurna dapat menyebabkan frustrasi, kecemasan, dan pada akhirnya depresi.

Meskipun mengejar kesempurnaan terkadang dapat membantu kita mendorong batas-batas kemampuan kita, hal ini juga dapat menjebak kita dalam siklus kekecewaan dan keraguan diri yang tidak ada habisnya.

Berikut lima alasan perfeksionisme bisa memicu munculnya depresi.

Menetapkan standar yang mustahil

    Orang yang perfeksionis sering kali berharap terlalu banyak dari diri mereka sendiri, bahkan kadang-kadang lebih dari yang bisa dicapai oleh siapa pun secara realistis.

    Tidak peduli seberapa besar usaha yang mereka lakukan, itu tidak pernah terasa cukup. Perasaan tidak cukup yang terus menerus ini menyebabkan frustrasi dan kelelahan, membuat mereka lebih mungkin mengalami depresi.

    Ketika kesuksesan selalu tampak jauh dari jangkauan, orang perfeksionis akan mudah sekali untuk merasa putus asa.

    Menunda-nunda sesuatu karena takut

      Ironisnya, perfeksionisme dapat menyebabkan penundaan. Ketakutan untuk tidak melakukan sesuatu dengan sempurna membuat kita sulit untuk memulainya. Ketika tenggat waktu semakin dekat, stres meningkat, dan tekanan menjadi luar biasa.

      Siklus menunda tugas, merasa bersalah, dan menghadapi kecemasan ini hanya menambah tekanan emosional, sehingga membuat depresi lebih mungkin terjadi.

      Mengaitkan harga diri dengan kesuksesan

        Bagi banyak orang yang perfeksionis, rasa harga diri mereka sepenuhnya terbungkus dalam pencapaian mereka.

        Jika mereka tidak memenuhi ekspektasi mereka yang tinggi, mereka merasa gagal, bukan hanya dalam sebuah tugas, tapi juga sebagai pribadi.

        Harga diri yang rapuh ini membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan tidak mampu yang mendalam, sehingga meningkatkan risiko depresi.

        Ketika setiap kesalahan kecil terasa seperti kegagalan pribadi, sulit untuk merasa nyaman dengan diri sendiri.

        Selalu mengejar tujuan berikutnya

          Orang yang perfeksionis tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah mereka capai, mereka merasa selalu ada tujuan lain yang harus dicapai. Tidak peduli seberapa banyak yang telah mereka capai, sepertinya tidak pernah cukup.

          Tekanan yang terus menerus untuk melakukan lebih banyak hal ini menyebabkan kelelahan, stres, dan, pada akhirnya, depresi.

          Tanpa kemampuan untuk berhenti sejenak dan menghargai kemajuan mereka, mereka akan merasa lelah dan hampa.

          Takut mengecewakan orang lain

            Orang yang perfeksionis sering kali memikul beban yang berat, yaitu takut mengecewakan orang lain.

            Mereka memberikan banyak tekanan pada diri mereka sendiri untuk memenuhi harapan baik dari keluarga, teman, atau masyarakat.

            Ketika mereka merasa gagal, rasa malu dan terisolasi akan muncul. Beban emosional ini dapat berdampak serius pada kesehatan mental, sehingga membuat depresi lebih mungkin terjadi. (Lingkar Network | Anta – Kabarhariini.id)

            Artikel Terkait

            Back to top button