Cuaca Ekstrem, Dinkes Pekalongan Imbau Masyarakat Waspada Peningkatan Kasus DBD

PEKALONGAN, Kabarhariini.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pekalongan mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) seiring dengan cuaca yang tidak menentu belakangan ini. Peralihan cuaca dari panas terik ke hujan deras dalam waktu singkat dinilai berpotensi mempercepat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, faktor utama penyebaran DBD.
Berdasarkan data Dinkes, sejak awal Januari hingga Februari 2025, tercatat 24 kasus DBD di Kota Pekalongan dengan satu kasus meninggal dunia. Angka ini menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2024, kasus DBD di Kota Pekalongan mencapai 127 kasus dengan tiga kematian, naik signifikan dari tahun 2023 yang hanya 69 kasus dengan tiga kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Slamet Budiyanto melalui Epidemologi Muda, Opik Taufik, menjelaskan bahwa kenaikan kasus ini dipicu oleh faktor cuaca yang tidak stabil dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
“Cuaca yang tidak menentu menciptakan kondisi ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Genangan air setelah hujan menjadi tempat sempurna bagi jentik nyamuk,” ujar Opik, Senin, 10 Februari 2025.
Opik menambahkan, meski terjadi kenaikan kasus, angka DBD di Kota Pekalongan masih relatif rendah dibandingkan daerah lain di Jawa Tengah yang rata-rata di atas 200 kasus. Namun, ia menekankan pentingnya pencegahan dini untuk menghindari lonjakan kasus lebih lanjut.
Kasus DBD tertinggi pada 2024 terjadi di Kelurahan Klego dan Krapyak, masing-masing dengan 13 kasus. Kedua wilayah tersebut termasuk daerah endemis DBD. Opik menyebutkan dalam 6-7 tahun terakhir, kelompok usia 5-14 tahun menjadi yang paling rentan terdampak.
“Anak-anak usia sekolah lebih banyak terserang karena aktivitas mereka yang sering berada di luar rumah,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi penyebaran DBD, Dinkes terus menggalakkan program 3M Plus: Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang tempat penampungan air, serta langkah tambahan seperti penggunaan obat nyamuk, pemasangan kelambu, dan menjaga kebersihan lingkungan. Fogging juga dilakukan di wilayah yang teridentifikasi memiliki kasus DBD. Namun, Opik menegaskan bahwa fogging bukan solusi utama.
“Pencegahan dari rumah masing-masing jauh lebih efektif. Kami telah melakukan sosialisasi masif dan mengerahkan petugas untuk edukasi door-to-door di wilayah berisiko tinggi,” ujarnya.
Dinkes juga mengimbau keluarga untuk memantau kesehatan anggota rumah tangga dan mengenali gejala awal DBD, seperti demam tinggi, nyeri otot, sakit kepala, dan bintik-bintik merah di kulit.
“Deteksi dini dan penanganan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius,” tegas Opik.
Selain itu, Dinkes telah melatih petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di lingkungan sekolah untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
“Pembiasaan hidup bersih dan sehat, termasuk PSN, harus dimulai sejak dini,” tambahnya.
Opik mengingatkan masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala DBD.
“Jangan menunda pemeriksaan. Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang untuk pulih,” pungkasnya. (Lingkar Network | Fahri Akbar – Kabarhariini.id)