Harga Sapi di Pati Turun Drastis Imbas Merebaknya Kasus PMK

PATI, Kabarhariini.id – Harga sapi di Kabupaten Pati turun drastis di tengah bertambahnya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) saat ini.
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Pertanian (Dispertan) Kabupaten Pati per tanggal 7 Desember 2025, jumlah sapi yang terkena PMK sebanyak 889 ekor. Dari jumlah tersebut, 562 ekor diantaranya masih sakit, 25 ekor sembuh, 194 ekor dilakukan pemotongan paksa dan 108 ekor mati.
Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dispertan Kabupaten Pati, Andi Hirawadi menyampaikan bahwa merebaknya kasus PMK berpengaruh terhadap harga sapi saat ini.
“Harga bobot hidup ya sekitar Rp 42-45, bobot hidup. Sekarang itu ono seng biasane (ada yang bisanya) laku Rp 20 juta, laku hanya Rp 15 juta. Banyak (turunnya),” ungkapnya, Selasa, 7 Januari 2025.
Sedikit berbeda, salah satu penjual sapi yang ada di Pasar Wage, Margorejo, Pati bernama Yayo (42), mengatakan bahwa harga sapi berukuran besar saat ini berkisar antara Rp 25-30 juta per ekornya. Baik itu jenis sapi lokal, limosin ataupun simmetal.
“Jenis Pegon, Metal, Limosin, Bobot besar harga sampai Rp 25-30 disesuaikan bobot. Semua sama. Limosin juga, sama kalau yang besar,” ucapnya.
Harga tersebut berbeda dengan sapi berukuran besar yang sudah terkenal PMK. Beberapa hari yang lalu, dirinya bahkan membeli sapi berukuran besar yang sudah terjangkit virus PMK dengan harga hanya berkisar Rp 8-10 juta per ekornya.
“Kadang harga laku Rp 25 juta. Tapi kalau turun hanya laku Rp 10 juta sampai Rp 8 juta,” ujarnya.
Tak Berani Pelihara Sapi
Juragan sapi di Kabupaten Pati curhat tidak berani lagi beli sapi usai penyakit mulut dan kuku (PMK) merebak. Bahkan, di kandangnya tidak ada sapi yang dipelihara.
Yayo (42), salah satu juragan sapi yang tengah memasarkan ternaknya di Pasar Wage, Margorejo, Pati mengaku tidak punya hewan ternak lagi di kandangnya. Ia takut jika memelihara sapi, PMK akan menyerang hewan ternaknya.
Untuk memenuhi kebutuhan daging konsumsi di pasaran, ia hanya membeli sapi sebanyak 1-2 ekor saja. Itupun, lanjut dia, langsung dipotong pada malam harinya ketika mendapatkan sapi pada siang hari.
“Di rumah tidak berani nyetok, tidak berani saat ini. Soalnya potongannya belum pasti. Tidak ada, sudah saya jual semua. Kalau kena turun banyak. Jadi ketika dapat satu, dua langsung di potong, tidak resiko,” ujarnya sembari menawarkan seekor sapi miliknya kepada pembeli, pada Selasa, 7 Januari 2025.
Menurut Yayo, seluruh peternak sapi di Kabupaten Pati melakukan hal sama seperti yang dilakukannya. Bahkan, di Kabupaten tetangga juga tidak ada lagi peternak yang memelihara sapi di kandangnya.
“Musim seperti ini biasanya 3-5 bulan, ini sudah tidak ada barangnya, di kampung habis. Saya kemarin di Blora, Todanan juga tidak ada barang, besar atau kecil. Orang desa kan juga mikir, kalau memelihara dari kecil sampai besar harganya kalau turun hanya sekian,” jelasnya.
Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Peternakan dan Pertanian (Dispertan) Kabupaten Pati, Andi Hirawadi, menyampaikan bahwa saat ini peternak memang dilarang membeli sapi lagi untuk dipelihara. Upaya itu dilakukan agar sapi ternak yang ada di kandang peternak tidak terkontaminasi virus PMK. Mengingat sapi yang baru dibeli dapat membawa virus PMK.
“Kita sudah membuat surat edaran kepada camat yang berisi tentang larangan mendatangkan ternak baru karena takutnya membawa penyakit. Memberikan informasi kepada perangkat/kepala desa,” ucap dia.
Selian memberikan surat edaran kepada Camat, pihaknya juga telah memberikan edukasi kepada Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) terkait upaya penanggulangan PMK untuk disampaikan ke masyarakat.
“Kemarin 80 orang dari beberapa Polsek, kita beri edukasi kepada mereka bar disampaikan kepada masyarakat. Yang intinya menjaga kebersihan kandang, jangan mendatangkan ternak baru, terus kalau sakit lapor ke petugas,” imbuhnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Kabarhariini.id)