SosialPemerintahan

Peluang Kerja Sempit hingga Terlalu Idealis Bikin Banyak Tamatan Sarjana di Kudus Menganggur

KUDUS, Kabarhariini.id – Tingginya angka pengangguran di Kabupaten Kudus sepanjang 2024 menjadi sorotan. Tamatan sarjana justru menjadi penyumbang terbesar dalam kelompok pengangguran terbuka. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kudus mencatat, dari 16,5 ribu pengangguran yang ada, mayoritas berasal dari kalangan sarjana. 

Kepala BPS Kudus, Eko Suharto, mengungkapkan bahwa hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kudus mencapai 3,19 persen. Dari jumlah tersebut, tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi melonjak menjadi 7,56 persen, naik signifikan dari 5,51 persen pada 2023.

“Ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam penyerapan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi di Kudus,” ujar Eko baru baru ini. 

Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya pengangguran di kalangan sarjana adalah idealisme dalam memilih pekerjaan. 

Banyak lulusan perguruan tinggi menolak pekerjaan di luar bidang keilmuan mereka, sehingga mempersempit peluang kerja yang tersedia. 

“Mereka ingin pekerjaan yang sesuai dengan jurusan dan tingkat pendidikan. Padahal, dunia kerja terus berubah dan menuntut fleksibilitas,” tambah Eko. 

Di sisi lain, lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) justru mengalami penurunan angka pengangguran. Pada 2023, TPT lulusan SMK mencapai 4,63 persen, tetapi turun menjadi 3,55 persen di 2024. 

Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan praktis yang dimiliki lulusan SMK lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. 

Sementara itu, lulusan SMA umum mengalami kenaikan tingkat pengangguran dari 3,31 persen menjadi 3,98 persen.

Lulusan SMP dan SD memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah, masing-masing 1,42 persen dan 1,81 persen, dengan tren penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.  

Fenomena meningkatnya pengangguran di kalangan sarjana menjadi tantangan bagi pemerintah daerah. 

Eko menegaskan perlunya sinergi antara dunia pendidikan, pemerintah, dan sektor industri untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih relevan serta membekali lulusan dengan keterampilan adaptif. 

“Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan institusi pendidikan agar lulusan perguruan tinggi tidak hanya mengandalkan gelar, tetapi juga siap bersaing di dunia kerja,” pungkasnya.(Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Kabarhariini.id)

Artikel Terkait

Back to top button